Mandailing Natal – Aroma menyengat dari tumpukan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Batang Gadis, Kecamatan Panyabungan Barat, seolah sudah menjadi bagian dari keseharian warga sekitar. Namun bagi masyarakat, kondisi ini bukan hanya sekadar soal kenyamanan, melainkan ancaman nyata bagi kesehatan.
Sejak berbulan-bulan terakhir, warga mengaku kerap terganggu dengan bau busuk yang terbawa angin hingga ke rumah mereka. Tidak hanya itu, lalat yang bersumber dari TPA kini sudah menyerbu perkampungan. Anak-anak mulai terserang penyakit, sementara orang dewasa mengeluhkan suasana hidup yang semakin tidak nyaman.
Keluhan Warga yang Tak Didengar
“Setiap kali kami lapor, jawabannya selalu sama: alat berat rusak. Tapi hasilnya? Sampah tetap menumpuk. Kami lelah dengan janji kosong,” ungkap seorang warga dengan nada kecewa saat ditemui di warung kopi desa, Sabtu (10/5/2025).
Hal senada juga disampaikan para pekerja lapangan di TPA. Asrul, salah seorang buruh bongkar muat, mengaku tidak memiliki kewenangan lebih dalam penanganan. “Kami hanya membongkar sampah dari truk. Katanya ekskavator rusak, jadi sampah tidak bisa diratakan,” jelasnya.
Masalah ini bukan kali pertama terjadi. Beberapa tahun lalu, persoalan serupa pernah viral di media sosial hingga memaksa mantan Bupati Dahlan turun langsung ke lokasi. Namun setelah perhatian publik mereda, keadaan kembali ke titik semula: gunungan sampah, bau busuk, dan keluhan warga.
Desa dan Warga Satu Suara
Kepala Desa Batang Gadis pun angkat bicara. Ia membenarkan bahwa laporan sudah berkali-kali disampaikan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Madina, tetapi respon yang diberikan masih sebatas wacana tanpa aksi konkret.
“Semua hanya janji, tidak ada penyelesaian. Padahal kalau terus dibiarkan, ini bisa menjadi sumber penyakit berbahaya,” ujarnya.
Warga pun semakin hilang kepercayaan. Mereka beranggapan bahwa DLH hanya akan bergerak jika ada sorotan publik yang kuat, bukan berdasarkan tanggung jawab pelayanan.
Belajar dari Daerah Lain
Kasus TPA Batang Gadis menegaskan bahwa masalah pengelolaan sampah masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi banyak daerah. Minimnya fasilitas, rusaknya alat berat, serta lemahnya pengawasan menjadi hambatan utama.
Namun di sisi lain, ada contoh positif yang bisa ditiru. Di Provinsi Jambi, misalnya, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup setempat untuk merancang instalasi pengolahan air limbah. Kerja sama lintas sektor ini menunjukkan adanya keseriusan dalam menjaga lingkungan sekaligus melindungi kesehatan masyarakat.
Informasi seputar kebijakan dan langkah nyata yang telah dilakukan oleh DLH Jambi bisa diakses melalui laman resmi mereka di https://dlhprovinsijambi.id/
. Kehadiran platform ini menjadi bukti bahwa transparansi informasi penting dalam membangun kepercayaan publik.
Mendesak: Aksi, Bukan Janji
Bagi masyarakat Batang Gadis, saat ini yang dibutuhkan bukan lagi penjelasan atau wacana, melainkan aksi nyata. Perbaikan alat berat, sistem manajemen sampah yang terintegrasi, hingga edukasi kepada warga soal pemilahan sampah dari rumah, harus segera dilakukan.
Sebab, sampah yang dibiarkan menumpuk tidak hanya merusak estetika lingkungan, tetapi juga berpotensi menjadi sumber penyakit menular. Jika dibiarkan berlarut-larut, krisis sampah di TPA Batang Gadis bisa menjadi bencana lingkungan sekaligus kesehatan yang serius.
Masyarakat berharap pemerintah daerah, terutama DLH, benar-benar mengambil langkah berkelanjutan. Lingkungan yang bersih adalah hak setiap warga, dan pengelolaan sampah yang baik merupakan tanggung jawab negara.












Leave a Reply